Quarter life crisis

by - 11.00


 Apa itu ? dibaca versi Mojok.co

  
     Ini hanyalah sebuah fase di kehidupan kita menuju fase kehidupan selanjutnya. Yang tidak perlu dihadapi dengan ketakutan dan kebingungan yang berlebihan. Perasaan takut dan bingung yang berlebih, justru menyebabkan kita semakin krisis dan terjebak di dalamnya. Sehingga kita semakin tidak kuasa untuk menentukan langkah. Hanya berputar pada perasaan bingung yang satu ke kebingungan yang lain, tanpa henti.

   Ketika kita sudah dianggap dewasa, memang ada beberapa pilihan hidup yang ditujukan kepada kita. Meminta kita untuk memilih Jka kita memilih untuk menikah saja, ternyata perihal menikah tidak semudah yang kita kira sebelumnya. Semakin dewasa, kita akan ditinggalkan oleh teman-teman kita. Semua sama-sama sibuk dengan tujuan hidup masing-masing. Jika dulu terasa mudah untuk menjalin temu, kini untuk sebuah pertemuan saja, harus mengalami penundaan berkali-kali.

   Sebenarnya tidak terlalu menjadi masalah, karena yang sekarang lebih kita butuhkan dalam sebuah pertemanan, tidak lagi kuantitasnya, melainkan kualitasnya. Dari banyaknya relasi pertemanan kita, pasti akan ada yang terfilter. Teman yang mana saja yang memang benar-benar sejalan dengan kita. Yang meski fokus dengan hidupnya, namun tetap nyaman untuk saling mendukung satu sama lain.

   Orang akan datang dan pergi dari hidup kita. Kita pun kemudian mulai memikirkan bahwa kita butuh seseorang yang bersedia untuk bertahan. Kita tidak butuh sekedar pacar, namun yang kita butuhkan adalah seseorang yang mau menjalin komitmen dengan diri kita, untuk tetap beriringan, apapun yang terjadi.

    Keinginan ini pun juga tidak selalu mudah untuk dipenuhi. Ada yang merasa bingung karena masih single dan belum menemukan pasangan. Ada yang sudah menemukan pasangan dan dirasa sudah klop dengannya, namun masih terganjal restu dari keluarga. Ada pula yang sudah mendapatkan pasangan dan restu, namun akhirnya memahami, bahwa sebuah pernikahan tidak cukup hanya dengan modal cinta.

   Media sosial pun menjadi tantangan tersendiri. Atau justru menjadi mimpi buruk yang sangat menyebalkan. Melihat standar kebahagiaan orang di sekitar kita dengan pencapaiannya, membuat kita semakin dilema. Lama-lama membandingkan diri dengan mereka. Sejauh mana progres pencapaian masing-masing. Sudah benarkah jalan yang kita mulai ini? Atau malah punya pikiran, haruskah kita juga memilih jalan yang mereka pilih. Karena melihat mereka nampak lebih bahagia, sedangkan kita masih gini-gini aja.

   Apakah perjalanan hidup yang dipilih memang harus sesuai dengan harapan publik atau dapat mengikuti passion yang selama ini kita koar-koarkan dalam pikiran. Mana yang harus kita ikuti? Apakah ada kesempatan untuk memperbaiki, jika sudah terlanjur melakoni pilihan itu? Apalagi ada perasaan takut terlambat jika nantinya salah langkah. Ada anggapan, bahwa dunia yang sibuk dan cepat ini, tidak menerima kegagalan yang mungkin kita lakukan.

   Berbagai polemik dalam persimpangan inilah yang menyebabkan seseorang mengalami Quarter Life Crisis, merasa kebingungan untuk menentukan arah langkahnya. Keadaan ini memang bukanlah proses yang mudah. Namun menganggap Quarter Life Crisis sebagai masalah, sepertinya juga hanya akan semakin membebani kita. Anggap saja hal ini memang sebagai salah satu fase hidup yang harus dilewati seperti fase hidup lainnya.

    Kita hanya perlu meyakinkan diri sendiri, bahwa kita sedang berada pada posisi dan kondisi yang tepat. Yang kita butuhkan hanyalah, bertahan dan berjuang sedikit lagi, agar semua tidak menjadi terlalu berat.

You May Also Like

0 komentar